Limbah detergen adalah limbah yang umum dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga. Hampir seperempat limbah detergen dihasilkan dari aktivitas mencuci dalam sehari. Limbah detergen termasuk jenis greywater atau limbah nonkakus, yang juga mencakup limbah bekas mandi dan limbah dapur.
Penggunaan detergen dan pembuangan limbah detergen langsung ke dalam air akan menyebabkan berbagai masalah untuk ekosistem sungai. Tidak hanya menyebabkan pencemaran air, ikan-ikan dan organisme yang hidup di air dapat mati karena detergen.
1. Bahaya Deterjen Mengandung Senyawa Turunan Minyak Bumi
Deterjen konvensional terbuat dari berbagai macam senyawa kimia seperti builder, Pewangi buatan, dan yang paling berbahaya adalah surfaktan. Surfaktan merupakan senyawa turunan minyak bumi yang berfungsi untuk menurunkan tegangan pada permukaan air atau membuat lebih permukaan menjadi lebih basah sehingga lebih mungkin untuk berinteraksi dengan minyak juga lemak. Kebanyakan deterjen konvensional menggunakan surfaktan yang berupa phosphat, alkyl benzene sulfonate, Diethanolamines , Alkyl phenoxy. Semua senyawa ini merupakan senyawa yang berasal dari sumber daya yang tidak dapat diperbarui (minyak bumi), beracun, dan berbahaya bagi lingkungan.
2. Bahaya Deterjen Memicu Eutorfikasi dan Pencemaran Air
Senyawa phosphate merupakan salah satu penyebab pencemaran air terbesar. 42% dari penyakit manusia dan hewan disebabkan oleh senyawa ini. Menurut Prof Narinder K. Kauschik, Professor Emeritus untuk environmental biology di Canadian University of Guelph,masalah utama adalah senyawa phosphate yang menyebabkan eutrofikasi pada ekosistem air.
Eutrofikasi adalah suatu kondisi pesatnya pertumbuhan tanaman enceng gondok dan ganggang. Jika kondisi ini dibiarkan maka permukaan sungai atau rawa akan tertutup tanaman ini. Dampak negatif akan dirasakan oleh biota air dibawahnya karena eutrofikasi menghambat sirkulasi oksigen dan sinar matahari. Lalu tumbuhnya ganggang yang pesat dapat meningkatkan unsur hara di dalamnya. Lama kelamaan bukan tidak mungkin kondisi ini dapat menyebabkan biota di dalamnya mati atau bahkan mengalami kepunahan.
3. Mengandung Bahan yang Sulit Terurai
Surfaktan yang bersal dari minyak bumi, akan sulit terurai di alam bebas. Senyawa seperti Alkyl Benzene Sulfonates (ABS) yang banyak digunakan pada deterjen anti noda. Sebagai alternatifnya, terdapat senyawa Alkyl Phenoxy, Polyethoxy Ethanol, dan Diethanolamines yang hanya sedikit lebih cepat untuk terurai dibandingkan dengan ABS.
4. Penyebab Berbagai Penyakit
Berbagai senyawa buatan di deterjen dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti iritasi kulit, mata, bahkan memicu kanker.Laporan lengkap mengenai dampak deterjen terhadap lingkungan dan kesehatan bisa dilihat disini.
5. Kemasan Plastik tidak Ramah Lingkungan
Kebanyakan deterjen yang ada dipasaran saat ini, di kemas oleh kemasan botol plastik atau lebih buruknya adalah kemasan pouch daur ulang yang berbahan campuran antara aluminum foil dan plastik sehingga sangat sulit untuk di daur ulang. Hal ini menyebabkan permasalahan baru, selain deterjen yang berbahaya bagi lingkungan, kemasan deterjen pun tidak dapat terurai hingga 450 tahun.
ALAT-ALAT:
1. Kertas lakmus
2. Cawan petil
3. Corong kaca
4. gless Beker
5. kertas saring
6. sepektrometer
7. Timbangan digital
8. gunting
9. oven
10. tds
Langkah – langkah:
1. Beri label pada masing-masing sampel
2. Homogenkan terlebih dahulu simple
3. Tuang masing² sample ke dalam gelas beker 100 ml
4. Cek PH masing-masing sampel
5. Lalu cek tds & cek suhu
6. Setelah Cek suhu cek kekeruhan sampel menggunakan turbidity
7. Cek warna dan bau
8. Langkah kedua TSS , siapkan kertas saring lalu bentuk bulat letakkan di atas corong kaca tuang masing-masing sampel sampai habis.
9. Setelah selesai penyaringan Letakkan kertas saring ke atas awan petir
10. Oven selama 1 jam dengan suhu 150 C⁰